Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayah nya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.
Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini.
Sejarah
Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia Belanda. Hingga tahun 1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah (gewesten) yakniSemarang, Pati, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan. Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan (vorstenland) yang berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri atas kabupaten-kabupaten. Waktu itu Pati Gewest juga meliputi Regentschap Tuban dan Bojonegoro.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905, gewestendiberi otonomi dan dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga dibentukgemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu Pekalongan, Tegal, Semarang,Salatiga, dan Magelang.
Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan sebagai daerah otonom yang juga memiliki Dewan Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri atas beberapa karesidenan (residentie), yang meliputi beberapa kabupaten (regentschap), dan dibagi lagi dalam beberapa kawedanan (district). Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5 karesidenan, yaitu: Pekalongan, Pati, Semarang, Banyumas, dan Kedu.
Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945 Pemerintah membentuk daerah swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran; dan dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui Undang-undang ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah, yakni tanggal 15 Agustus 1950.
Pemerintahan
Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan.
Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa Tengah juga terdiri atas 3 kota administratif, yaitu Kota Purwokerto, Kota Cilacap, dan Kota Klaten. Namun sejak diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten.
Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan(dari Kota Pekalongan ke Kajen).
Daftar kabupaten dan kota
Suku
Etnis | Jumlah (%) |
---|---|
Jawa | 97,96 |
Sunda | 1,05 |
Tionghoa | 0,54 |
Madura | 0,05 |
Batak | 0,05 |
Arab | 0,03 |
Minangkabau | 0,02 |
Betawi | 0,02 |
Melayu | 0,02 |
Bugis | 0,01 |
Banjar | 0,01 |
Lain-lain | 0,24 |
Sumber: Sensus Penduduk Tahun 2000 |
Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa Tengah dikenal sebagai pusat budaya Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga kini.
Suku minoritas yang cukup signifikan adalah Tionghoa, terutama di kawasan perkotaan meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Pada umumnya mereka bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa, dan banyak di antara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang kental sehari-harinya. Pengaruh kental bisa kita rasakan saat berada di kota Semarang serta kota Lasem yang berada di ujung timur laut Jawa Tengah, bahkan Lasem dijuluki Le Petit Chinois atau Kota Tiongkok Kecil.
Selain itu di beberapa kota-kota besar di Jawa Tengah ditemukan pula komunitas Arab-Indonesia. Mirip dengan komunitas Tionghoa, mereka biasanya bergerak di bidang perdagangan dan jasa.
Di daerah perbatasan dengan Jawa Barat terdapat pula orang Sunda yang sarat akan budaya Sunda, terutama di wilayah Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di pedalaman Blora (perbatasan dengan provinsi Jawa Timur) terdapat komunitas Samin yang terisolir, yang kasusnya hampir sama dengan orang Kanekes di Banten.
Bahasa
Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja atau Mataram dianggap sebagai Bahasa Jawa Standar.
Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa; namun secara umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran.Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal; dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas Dialek Mataram (Solo-Jogja), Dialek Semarang, dan Dialek Pati. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek; daerah tersebut di antaranya adalah Pekalongan dan Kedu.
Di wilayah-wilayah berpopulasi Sunda, yaitu di kabupaten Brebes bagian selatan, dan kabupaten Cilacap utara sekitar kecamatan Dayeuhluhur, orang Sunda masih menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-harinya.[5],
Berbagai macam dialek Bahasa Jawa yang terdapat di Jawa Tengah :
- dialek Pekalongan (Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang)
- dialek Kedu (Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, Kota Magelang)
- dialek Bagelen (Kabupaten Purworejo)
- dialek Semarangan (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak)
- dialek Muria/Pantura Timur (Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati)
- dialek Blora (Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora)
- dialek Surakarta (Kota Surakarta, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali,Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar)
- dialek Banyumasan (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap)
- dialek Tegal (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang)
Berbagai macam dialek Bahasa Sunda yang terdapat di Jawa Tengah :
- Bahasa Sunda dialek Timur-Laut, yang digunakan di wilayah Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon diprovinsi Jawa Barat juga digunakan pada wilayah Kabupaten Brebes bagian Barat dan Selatan yang merupakan wilayah provinsi Jawa Tengah.
- Bahasa Sunda dialek Tenggara, yang digunakan di wilayah Kabupaten Ciamis sekitar Kota Ciamis dan Kota Banjardi provinsi Jawa Barat juga digunakan pada wilayah Kabupaten Cilacap bagian Utara yang merupakan wilayahprovinsi Jawa Tengah
Agama
Islam | 88% | |||
Katholik | 1.7% | |||
Kristen | 2% | |||
Budha | 1% | |||
Hindu | 0.5% | |||
Kejawen | 0.3% | |||
Lainnya | 0.3% |
Sebagian besar penduduk Jawa Tengah beragama Islam dan sebagian masih mempertahankan tradisi Kejawen yang dikenal dengan istilah abangan.
Agama lain yang dianut adalah Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, dan puluhan aliran kepercayaan. Penduduk Jawa Tengah dikenal dengan sikap tolerannya. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi dengan populasi umat Kristen dan Katolik terbesar di Indonesia. Sebagai contoh di daerah Muntilan, Kabupaten Magelang banyak dijumpai penganut agama Katolik, dan dulunya daerah ini merupakan salah satu pusat pengembangan agama Katolik di Jawa. Di lain daerah, suatu desa di kecamatan Sumpiuh, Banyumas, 100% penduduknya beragama Islam.
Perwakilan
Jawa Tengah mengirim 77 wakil dari sepuluh daerah pemilihan ke DPR RI dan empat wakil ke DPD.
DPRD Jawa Tengah hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014 tersusun dari sembilan partai, dengan perincian sebagai berikut:
Partai | Kursi | % |
---|---|---|
PDI-P | 27 | - |
PKB | 13 | - |
Partai Gerindra | 11 | - |
PKS | 10 | - |
Partai Golkar | 10 | - |
Partai Demokrat | 9 | - |
PAN | 8 | - |
PPP | 8 | - |
Partai NasDem | 4 | - |
Total | 100 | 100,0 |
Perekonomian
Pertanian merupakan sektor utama perekonomian Jawa Tengah, dimana mata pencaharian di bidang ini digeluti hampir separuh dari angkatan kerja terserap.
Kawasan hutan meliputi 20% wilayah provinsi, terutama di bagian utara dan selatan. Daerah Rembang, Blora, Groboganmerupakan penghasil kayu jati. Jawa Tengah juga terdapat sejumlah industri besar dan menengah. Daerah Semarang-Ungaran-Demak-Kudus merupakan kawasan industri utama di Jawa Tengah. Kudus dikenal sebagai pusat industri rokok. Di Cilacap terdapat industri semen. Solo, Pekalongan, Juwana, dan Lasem dikenal sebagai kota Batik yang kental dengan nuansa klasik.
Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora (perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah) terdapat cadangan minyak bumi yang cukup signifikan, dan kawasan ini sejak zaman Hindia Belanda telah lama dikenal sebagai daerah tambang minyak.
Geografi
Relief
Menurut tingkat kemiringan lahan di Jawa Tengah, 38% lahan memiliki kemiringan 0-2%, 31% lahan memiliki kemiringan 2-15%, 19% lahan memiliki kemiringan 15-40%, dan sisanya 12% lahan memiliki kemiringan lebih dari 40%.
Kawasan pantai utara Jawa Tengah memiliki dataran rendah yang sempit. Di kawasan Brebes selebar 40 km dari pantai, dan di Semarang hanya selebar 4 km. Dataran ini bersambung dengan depresi Semarang-Rembang di timur. Gunung Muria pada akhir Zaman Es (sekitar 10.000 tahun SM) merupakan pulau terpisah dari Jawa, yang akhirnya menyatu karena terjadi endapan aluvial dari sungai-sungai yang mengalir. Kota Demak semasa Kesultanan Demak (abad ke-16 Masehi) berada di tepi laut dan menjadi tempat berlabuhnya kapal. Proses sedimentasi ini sampai sekarang masih berlangsung di pantai Semarang.
Di selatan kawasan tersebut terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng, yakni pegunungan kapur yang membentang dari sebelah timur Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur).
Rangkaian utama pegunungan di Jawa Tengah adalah Pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan. Rangkaian Pegunungan Serayu Utara membentuk rantai pegunungan yang menghubungkan rangkaian Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di timur. Lebar rangkaian pegunungan ini sekitar 30-50 km; di ujung baratnya terdapat Gunung Slamet dan bagian timur merupakan Dataran Tinggi Dieng dengan puncak-puncaknya Gunung Prahu dan Gunung Ungaran. Antara rangkaian Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan dipisahkan oleh Depresi Serayu yang membentang dari Majenang (Kabupaten Cilacap), Purwokerto, hingga Wonosobo. Sebelah timur depresi ini terdapat gunung berapi Sindoro dan Sumbing, dan sebelah timurnya lagi (kawasan Temanggung dan Magelang) merupakan lanjutan depresi yang membatasi Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pegunungan Serayu Selatan merupakan pengangkatan zone Depresi Bandung.
Kawasan pantai selatan Jawa Tengah juga memiliki dataran rendah yang sempit, dengan lebar 10-25 km. Perbukitan yang landai membentang sejajar dengan pantai, dari Yogyakarta hingga Cilacap. Sebelah timur Yogyakarta merupakan daerah pegunungan kapur yang membentang hingga pantai selatan Jawa Timur.
Hidrologi
Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa (572 km); memiliki mata air di Pegunungan Sewu (Kabupaten Wonogiri), sungai ini mengalir ke utara, melintasi Kota Surakarta, dan akhirnya menuju ke Jawa Timur dan bermuara di daerah Gresik (dekat Surabaya). Sungai-sungai yang bermuara di Laut Jawa di antaranya adalah Kali Pemali, Kali Comal, dan Kali Bodri. Sedang sungai-sungai yang bermuara di Samudra Hindia di antaranya adalah Serayu dan Kali Progo. Di antara waduk-waduk yang utama di Jawa Tengah adalah Waduk Gajahmungkur (Kabupaten Wonogiri), Waduk Kedungombo (Kabupaten Boyolali dan Sragen), Rawa Pening (Kabupaten Semarang), Waduk Cacaban (Kabupaten Tegal), Waduk Malahayu (Kabupaten Brebes), Waduk Wadaslintang (perbatasan Kabupaten Kebumen dan KabupatenWonosobo), Waduk Gembong ( Kabupaten pati ), Waduk Gunung Rowo ( Kabupaten Pati ), Waduk Sempor (Kabupaten Kebumen)dan Waduk Mrica (Kabupaten Banjarnegara).
Gunung berapi
Terdapat 5 gunung berapi yang aktif di Jawa Tengah, yaitu: Gunung Merapi (di Boyolali), Gunung Slamet (di Pemalang),Gunung Sindoro (di Temanggung - Wonosobo), Gunung Sumbing ( di Temanggung - Wonosobo), dan Gunung Dieng (di Banjarnegara).
Keadaan tanah
Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1969, jenis tanah wilayah Jawa Tengah didominasi oleh tanah latosol,aluvial, dan grumusol; sehingga hamparan tanah di provinsi ini termasuk tanah yang mempunyai tingkat kesuburan yang relatif subur.
Iklim
Jawa Tengah memiliki iklim tropis, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.000 meter, dan suhu rata-rata 21-32oC. Daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di Nusakambangan bagian barat, dan sepanjang Pegunungan Serayu Utara. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah Blora dan sekitarnya serta di bagian selatan Kabupaten Wonogiri.
Penduduk
Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 39.298.765 jiwa terdiri atas 19.281.140 laki-laki dan 19.989.547 perempuan. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Brebes (2,342 juta jiwa), Kabupaten Cilacap (2,227 juta jiwa), dan Kabupaten Banyumas (1,953 juta jiwa).
Sebaran penduduk umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten ataupun kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), daerah Salatiga Raya ( termasuk wilayah Ambarawa, Bringin, Kopeng, Tengaran dan Suruh), Solo Raya(termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi.
Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per tahun).
Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian paling banyak adalah di sektorpertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa (10,98%).
Pariwisata
Jawa Tengah banyak terdapat obyek wisata yang sangat menarik. Kota Semarang memiliki sejumlah bangunan kuno. Obyek wisata lain di kota ini termasuk Puri Maerokoco (Taman Mini Jawa Tengah), Museum Jawa Tengah Ranggawarsita dan Museum Rekor Indonesia (MURI). Kota Jepara terdapat sejumlah bangunan kuno yaitu: Candi Angin, Masjid Mantingan, Kelenteng Hian Thian Siang Tee, Benteng Portugis, Benteng VOC, Museum Gong Perdamaian Dunia, Museum R.A Kartini.
Salah satu kebanggaan provinsi ini adalah Candi Borobudur, yakni monumen Buddha terbesar di dunia yang dibangun pada abad ke-9, terdapat di Kabupaten Magelang.Candi Mendut dan Candi Pawon juga terletak dalam satu kawasan dengan Borobudur.
Candi Prambanan di Klaten merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Di kawasan Dieng terdapat kelompok candi-candi Hindu, yang diduga dibangun sebelum era Mataram Kuno. Kompleks candi Gedong Songo terletak di lereng Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang. Di kawasan kecamatan Keling tepatnya di desa Tempur terdapat Candi Angin.
Surakarta dipandang sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, dimana di kota ini terdapat Keraton Kasunanan dan PuraMangkunegaran. Obyek wisata menarik di timur kota ini adalah beberapa wisata air terjun seperti Air Terjun Jumog, serta yang terkenal adalah Air Terjun Grojogan Sewu. Adapula candi-candi peninggalan Majapahityang ketiganya terletak di Kabupaten Karanganyar; serta Museum Fosil Sangiranyang terletak di Jalan Solo-Purwodadi tepatnya Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Di bagian selatan wilayahSurakarta, Kabupaten Wonogiri terdapat beberapa wisata air, seperti Waduk Gajah Mungkur, serta Pantai Nampu dan Pantai Sembukan dengan hamparan tebing dan pasir putihnya.
Bagian selatan Jawa Tengah juga menyimpan sejumlah obyek wisata menarik, di antaranya Goa Jatijajar, Goa Petruk, Pantai Menganti, Benteng Van der Wijkdan Pantai Karangbolong di Kabupaten Kebumen, serta Baturraden di Kabupaten Banyumas. Di bagian utara terdapat Obyek Wisata Guci di lereng Gunung Slamet, Kabupaten Tegal; serta Kota Pekalongan yang dikenal dengan julukan 'kota batik'.
Kawasan pantura timur banyak menyimpan wisata religius. Masjid Agung Demak yang didirikan pada abad ke-16 merupakan bangunan artistik dengan paduan arsitektur Islam dan Hindu. Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kawasan pantura timur terdapat 3 makam wali sanga, yakni Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Kudus di kota Kudus, dan Sunan Muria di Kabupaten Kudus. Beberapa tempat tujuan wisata di Pati diantaranya adalah makam Syech Jangkung (Saridin), makam KH. Ahmad Mutamakkin kajen margoyoso, Mbah Ronggo Kusumo Ngemplak, Gua Pancur, Waduk Gunungrowo, Waduk Seloromo, Juwana Water Park Fantasy (JWF), Agrowisata Kebun Kopi Jolong dan Pintu Gerbang Majapahit. Sementara itu di Kabupaten Rembang terdapat wisata ziarah, alam, dan sejarah, seperti di Pasujudan Sunan Bonang dan Masjid Sunan Bonang di desa Bonang, Lasem, makam Tumenggung Wilwatikta Mpu Santibadra yang tersohor sebab mengarang kitab Pustaka Sabda Badra Santi, makam pahlawan nasional RA. Kartini, Vihara Ratanavana AramaLasem, Klenteng Cu An Kiong, telusur kota tua Lasem, situs arkeologi Plawangan dan Terjan wisata pantai di pantaiTasikharjo, pantai Karangjahe, Punjulharjo, pantai Gedong/Caruban, pantai Binangun, hutan bakau Banggi, Dampo Awang Beach serta wisata alam pendakian Gunung Lasem.
Perayaan
Perayaan tradisional
- Pesta Lomban
- Pesta Baratan
- Perang Obor
- Chambeng Welahan
- Dhandhangan
- Dugderan
- Ederan
- Uler-Uler
- Megengan Demak
- Sekaten
- Grebeg Besar Demak
- Festival Memeden Gadu
- Jembul Tulakan
- Nyadran
- Festival Oncor
- Festival Seni & Budaya Ukir
- Jepara Thongtek Carnival
- Jepara Bedug Festival
Perayaan modern
- Jateng Fair
- Karshival
- Jepara Expo
- Kudus Expo
- Rembang Expo
- Loram Expo
- Kendal Expo
- Demak Expo
- Purwodadi Expo
- Jepara Culinary Expo
- Festival Lasem
- Karimunjava Sail
- Lasem Batik Carnival
- Pekan Raya Grobogan
- Jepara Cultural Festival
- Semarang Fashion On The Street
- Jepara Fashion On The Street
- Solo Batik Carnival
Pahlawan Nasional
Pahlawan Nasional yang berasal dari Jawa Tengah, yaitu:
- Nyi Ageng Serang
- Ahmad Yani
- Tjipto Mangoenkoesoemo
- Gatot Soebroto
- Usman Janatin
- Kartini
- Katamso Darmokusumo
- Mangkunegara I
- Moewardi
- Pakubuwana VI
- Pakubuwana X
- Sahardjo
- Samanhudi
- Siswondo Parman
- Siti Hartinah
- Soedirman
- Albertus Soegijapranata
- Suharso
- Sukarjo Wiryopranoto
- Soepeno
- Soepomo
- R. Soeprapto
- Sutoyo Siswomiharjo
- Oerip Soemohardjo
- Yos Sudarso
Kesenian
Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton.
WAYANG KULIT
Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sekitar abad ke-10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Cerita Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.
KERIS JAWA
Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di kalender masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan terbesar pada hari satu sura. Keris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT ) dengan duatu apaya spiritual oleh sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha pencipta alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu.
UKIRAN ASLI JEPARA
Para pengukir jepara pandai menyesuaikan diri dengan gaya ukiran baru. Mereka tidak hanya membuat gaya ukiran khas Jepara saja tapi ukiran lainnya yang tak kalah menarik. Meskipun ukiran Jepara beragam, sebaiknya kita tidak melupakan gaya ukiran khas Jepara. Biasanya disebut ornamen Jepara. Meskipun tak ada sebutan khusus, tapi ia dapat dikenali dari ciri khasnya. Ukiran Jepara mengambil bentuk dedaunan. Ada yang mengatakan itu adalah daun tanaman wuni. Wuni adalah jenis rerumputan liat yang banyak tumbuh di Jepara. Tanaman itu memiliki buah kecil-kecil yang digemari burung. Bentuk tanaman wuni itu diolah seniman ukir menjadi bentuk desain ukiran yang indah. Ciri khas ukiran itu, daunnya digambarkan melengkung-lengkung luwes. Seolah ada iramanya. Ujung daunnya runcing. Buah-buah kecil diukir menggerombol. Kadang, ditambahkan ukiranburung yang hendak mematuk buah itu. Ukiran gaya Jepara ini dulu banyak diukirkan pada peti-peti kayu. Meja kursi juga ada. Tapi, sekarang jarang diukirkan pada meubel lagi.
BOGANA ASLI TEGAL
Di Jawa, Nasi Bogana biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta perkawinan atau peringatan-peringatan lainnya. Tapi, umumnya makanan ini sering juga disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan. Dalam acara pesta perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.
KIRAB SERIBU APEM
Kirab apem sewu adalah acara ritual syukuran masyarakat Kampung Sewu, Solo, Jawa Tengah yang digelar setiap bulan haji (bulan Zulhijah-kalender penanggalan Islam).
Ritual syukuran itu diadakan untuk mengenalkan Kampung Sewu sebagai sentra produksi apem kepada seluruh masyarakat sekaligus menghargai para pembuat apem yang ada di sana. Selain itu, upacara ritual syukuran ini pun dibuat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka terhindar dari bencana. Mengapa begitu? Menurut Ketua Pelaksana Kirab Apem Sewu, Pak Hadi Sutrisno, letak Kampung Sewu Solo ini adanya di pinggir Sungai Bengawan Solo, termasuk daerah rawan banjir. Makanya, masyarakat mensyukurinya. Tradisi apam sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada seluruh warga untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur. Sejalan dengan berkembangnya zaman, maka ritual kirab apem sewu ini diawali dengan kirab budaya warga Solo yang memakai pakaian adat Solo, seperti kebaya, tokoh punakawan, dan kostum pasukan keraton. Anak-anak sekolah juga menjadi peserta kirab dengan menampilkan marching band SD, atraksi Liong (naga), serta aneka pertunjukan tarian tradisional dan teater. 1.000 kue apem yang sudah disusun menjadi gunungan itu diarak dari lapangan Kampung Sewu menuju area sekitar kampung sepanjang dua kilometer. Acara kirab berlangsung selama satu hari, yang dimulai dengan prosesi penyerahan bahan makanan (uba rampe) pembuat kue apam dari tokoh masyarakat Solo kepada sesepuh Kampung Sewu di Lapangan Kampung Sewu, Solo.
TEDHAK SITEN
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah. Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan. Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.
Ritual Upacara Tedhak Siten:
Tahap 1:
Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.
Tahap 2:
Lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.
Tahap 3:
Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan.
Tahap 4:
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.
Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga.
Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.
BEDHAYA KETAWANG
Bedhaya Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan dalam istana sultan Jawa (Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo). Disebut juga tarian langit, bedhaya ketawang merupakan suatu upacara yang berupa tarian dengan tujuan pemujaan dan persembahan kepada Sang Pencipta.
Pada awal mulanya di Keraton Surakarta tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh wanita saja. Namun karena tarian ini dianggap tarian khusus yang amat sacral, jumlah penarik kemudian ditambah menjadi sembilan orang. Sembilan penari terdiri dari delapan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton serta seorang penari gaib yag dipercaya sebagai sosok Nyai Roro Kidul.
Tarian ini diciptakan oleh Raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan latar belakang mitos percintaan raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan). Sebagai tarian sakral, terdapat beberapa aturan dan upacara ritus yang harus dijalankan oleh keraton juga para penari.
Bedhaya ketawang bisa dimainkan sekitar 5,5 jam dan berlangsung hingga pukul 01.00 pagi. Hadirin yang terpilih untuk melihat atau menyaksikan tarian ini pun harus dalam keadaan khusuk, semedi dan hening. Artinya hadirin tidak boleh berbicara atau makan, dan hanya boleh diam dan menyaksikan gerakan demi gerakan sang penari. Tarian Bedhaya Ketawang besar hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu sekali. Sementara, Tarian Bedhaya Ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja atau sultan, pernikahan salah satu anggota keraton yang ditambah simbol-simbol.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan Mataram kemudian Kerajaan Keraton Solo dan Yogyakarta.
Awalnya batik dikerjaan terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja, keluarganya, serta para pengikutnya. Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk dikerjakan di tempat masing-masing. Seiring berjalannya waktu, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam rumahnya untuk mengisi waktu senggang. Selain itu, batik yang awalnya hanya untuk keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari pria dan wanita.
Dahulu, bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan sendiri. Sementara bahan pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia. Beberapa bahan pewarna tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya dari tanah lumpur. Sentra kerajinan batik tersebar di daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab. Sragen.
TARIAN JAWA
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono, 1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.
SENI TARI JAWA TENGAH
Tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”, kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkapan wujud gerak yang luluh. Seni tari adalah ungkapan yang disalurkan / diekspresikan melalui gerak-gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung kesusilaan dan selaras dengan gending sebagai iringannya. Seni tari yang merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak jaman primitif, Hindu sampai masuknya agama Islam dan kemudian berkembang. Bahkan tari tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan upacara adat sebagai sarana persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat dari kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit khususnya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Surakarta merupakan pusat seni tari. Sumber utamanya terdapat di Keraton Surakarta dan di Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat inilah kemudian meluas ke daerah Surakarta seluruhnya dan akhirnya meluas lagi hingga meliputi daerah Jawa Tengah, terus sampai jauh di luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu sudah ada sejak berdirinya Kraton Surakarta dan telah mempunyai ahli-ahli yang dapat dipertanggungjawabkan. Tokoh-tokoh tersebut umumnya masih keluarga Sri Susuhunan atau kerabat kraton yang berkedudukan. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu kemudian terkenal dengan Tari Gaya Surakarta.Macam-macam tariannya: Srimpi, Bedaya, Gambyong, Wireng, Prawirayuda, Wayang-Purwa Mahabarata-Ramayana. Yang khusus di Mangkunegaran disebut Tari Langendriyan, yang mengambil ceritera Damarwulan.
Dalam perkembangannya timbulah tari kreasi baru yang mendapat tempat dalam dunia tari gaya Surakarta. Selain tari yang bertaraf kraton (Hofdans), yang termasuk seni tari bermutu tinggi, di daerah Jawa Tengah terdapat pula bermacam-macam tari daerah setempat. Tari semacam itu termasuk jenis kesenian tradisional, seperti: Dadung Ngawuk, Kuda Kepang, Incling, Dolalak, Tayuban, Jelantur, Ebeg, Ketek Ogleng, Barongan, Sintren, Lengger, dll.
Pedoman tari tradisional itu sebagian besar mengutamakan gerak yang ritmis dan tempo yang tetap sehingga ketentuan-ketentuan geraknya tidaklah begitu ditentukan sekali. Jadi lebih bebas, lebih perseorangan. Dalam seni tari dapat dibedakan menjadi klasik, tradisional dan garapan baru. Beberapa jenis tari yang ada antara lain:
1. Tari Klasik
Tari Bedhaya
Budaya Islam ikut mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut:
a. Endhel Pojok
b. Batak
c. Gulu
d. Dhada
e. Buncit
f. Endhel Apit Ngajeng
g. Endhel Apit Wuri
h. Endhel Weton Ngajeng
i. Endhel Weton Wuri
Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan:
- Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit
- Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
- Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit
- Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit
- Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
- Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit
- Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit
- Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
- Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit
Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya Bedhaya Ketawang yang jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan pada upacara keperluan jahat di lingkungan Istana. Di samping itu ada juga Bedhaya-bedhaya yang mempunyai tema kepahlawanan dan bersifat monumental.
Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.
Contoh Bedhaya garapan baru:
- Bedhaya La la lama tarian 15 menit
- Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
- Bedhaya Alok lama tarian 15 menit
Tari Srimpi
Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru:
- Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
- Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan Srimpi:
a. Beksan Gambyong
berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini:
- Jumlah penari seorang putri atau lebih
- Memakai jarit wiron
- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
- Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.
b. Beksan Wireng
Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini:
- Jumlah penari seorang putri atau lebih
- Memakai jarit wiron
- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
- Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.
b. Beksan Wireng
berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini:
- Ditarikan oleh dua orang putra/i
- Bentuk tariannya sama
- Tidak mengambil suatu cerita
- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
- Bentuk pakaiannya sama
- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang
- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan
- Ditarikan oleh dua orang putra/i
- Bentuk tariannya sama
- Tidak mengambil suatu cerita
- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
- Bentuk pakaiannya sama
- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang
- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan
hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan/ bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya:
- Tari boleh sama, boleh tidak
- Menggunakan ontowacono (dialog)
- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
- Ada yang kalah/menang atau mati
- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
- Memetik dari suatu cerita lakon.
Ciri-cirinya:
- Tari boleh sama, boleh tidak
- Menggunakan ontowacono (dialog)
- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
- Ada yang kalah/menang atau mati
- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
- Bambangan Cakil
- Hanila
- Prahasta, dll.
d. Tari Golek
Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910. Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya:
- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
- Golek Montro iringan Gendhing Montro
- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
e. Tari Bondan
- Golek Montro iringan Gendhing Montro
- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
e. Tari Bondan
Tari ini dibagi menjadi:
- Bondan Cindogo
- Bondan Mardisiwi
- Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya:
- Memakai kain Wiron
- Memakai Jamang
- Memakai baju kotang
- Menggendong boneka, memanggul payung
- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya:
- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
2. Tari Tradisional
Selain tari-tari klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh kesenian tradisional:
a. Tari Dolalak, di Purworejo
Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.
b. Patolan (Prisenan), di Rembang
Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara kecamatan Pandagan, Kragan, Bulu sampai ke Tuban, Jawa Timur.
c. Blora.
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).
d. Pekalongan
Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug, terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen.
e. Obeg dan Begalan.
Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar.
Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas. Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap, Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas Banyumas antara lain Calung, Begalan dan Dalang Jemblung.
f. Calung dari Banyumas
Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara ini adalah dari pihak orang tua mempelai wanita.
g. Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung
Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara
h. Lengger dari Wonosobo
Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar.
i. Jatilan dari Magelang
Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada puncaknya pemain dapat mencapai tak sadar.
j. Tarian Jlantur dari Boyolali
Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki. Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu merupakan tarian penyalur semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro.
k. Ketek Ogleng dari WonogiriKesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas tali.
3. Tari Garapan Baru (Kreasi Baru)
Meskipun namanya 'baru' tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan unsur-unsur yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh:
a. Tari Prawiroguno
Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
b. Tari Tepak-Tepak Putri
Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam.
sumber:
http://fatawisata.com/wisata-budaya/seni-pertunjukan
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://shuntoro.wordpress.com/seni-jawa-tengah/
- Bondan Cindogo
- Bondan Mardisiwi
- Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya:
- Memakai kain Wiron
- Memakai Jamang
- Memakai baju kotang
- Menggendong boneka, memanggul payung
- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya:
- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
2. Tari Tradisional
Selain tari-tari klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh kesenian tradisional:
a. Tari Dolalak, di Purworejo
Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.
b. Patolan (Prisenan), di Rembang
Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara kecamatan Pandagan, Kragan, Bulu sampai ke Tuban, Jawa Timur.
c. Blora.
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).
d. Pekalongan
Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug, terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen.
e. Obeg dan Begalan.
Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar.
Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas. Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap, Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas Banyumas antara lain Calung, Begalan dan Dalang Jemblung.
f. Calung dari Banyumas
Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara ini adalah dari pihak orang tua mempelai wanita.
g. Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung
Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara
h. Lengger dari Wonosobo
Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar.
i. Jatilan dari Magelang
Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada puncaknya pemain dapat mencapai tak sadar.
j. Tarian Jlantur dari Boyolali
Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki. Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu merupakan tarian penyalur semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro.
k. Ketek Ogleng dari WonogiriKesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas tali.
3. Tari Garapan Baru (Kreasi Baru)
Meskipun namanya 'baru' tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan unsur-unsur yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh:
a. Tari Prawiroguno
Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
b. Tari Tepak-Tepak Putri
Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam.
sumber:
http://fatawisata.com/wisata-budaya/seni-pertunjukan
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://shuntoro.wordpress.com/seni-jawa-tengah/
No comments:
Post a Comment